
Setiap tahun kantor tempat suami saya bekerja pasti kedatangan buyers dari Eropa, America, Jepang dan masih banyak negara lain untuk melihat kebun kopi di Takengon. Rata-rata buyer ini membeli kopi-kopi organic dari Takengon. Tahun lalu sebenarnya saya sempet diajakin untuk jalan bareng mereka tapi karena kerja jadinya gak bisa ikutan. Tahun ini saya udah jadwalkan harus pergi ngeliat sendiri perkebunan-perkebunan kopi di Takengon. Kopi organic yang dihasilkan oleh kantornya suami saya bernama ORANG UTAN COFFEE. Semua kopinya tentu organic.
Untuk yang suka membaca blog ini mungkin pernah menemukan tulisan saya mengenai kota Takengon beberapa tahun lalu. Saya beneran jatuh cinta dengan Takengon karena kopi-kopinya. Sebelum kopi menjadi primadona seperti saat ini, sebenarnya dari dulu rata-rata penduduk Aceh Tengah atau Takengon memang sudah memiliki kebun kopi. Mereka memang peminum kopi aktif. Belon lengkap hari jika belum meminum minimal satu cangkir kopi dengan gula haha.
Beberapa tahun lalu saya mengunjungi Takengon ketika kota ini hanyalah sebagai kota kecil. Saya dan 2 orang teman lainnya diajak ke satu kebun kopi di sela-sela bukit-bukit Barisan. Disana saya lihat sebuah pondok kecil dan setelah berkeliling seorang bapak yang juga menjaga kebun membuatkan kami kopi panas. Rasanya luar biasa. Saya ingat banget tidak bisa tidur seharian saking kerasnya kopi yang baru saya minum.
Hari ini saya diatar Aan ke sebuah kampung kecil yang saya lupa namanya. Pokoknya masih di Takengon. Kita ketemu ibu Rahma. Ibu ini petani, ketua koperasi kopi dan tentu saja pedagang kopi. Waktu kita datang ada beberapa truk yang siap-siap berangkat ke Belawan untuk mengirimkan 10 ton kopi ke Italia. Gila ya hehe. Bisnis beneran nih.
Ibu Rahma ini ramah banget. Begitu ngeliat kita antusias soal kopi dia langsung ajakin kita jalan-jalan liat lab, kebun, gudang kopi, tempat ibu-ibu berkumpul milih kopi dan tentu saja mencicipi kopinya. Sayangnya saya gak sempet motret kopinya kemaren.
Di Gayo Takengon rata-rata petani memang memproduksi kopi Organic karena permintaanya kebanyakan dari luar Indonesia. Jadi kalau ditanyain kenapa kopi Takengon itu mahal? ini dikarenakan organic dan tentu saja kualitasnya bagus. Ada sih petani-petani yang tidak memproduksi kopi organic tapi biasanya mereka ini memiliki kebun hanya sebagai side job. Ada beberapa grade dari kopi yang dihasilkan. Yang biasa kita minum dan beredar di pasaran biasanya kopi dengan kualitas paling bawah. Duh… sedihnya haha. Untuk satu kopi dengan kwalitas super harganya sekitar Rp 150 ribu per KG (ini dibeli langsung di petani ya)
Untuk petani nakal yang masih menggunakan pestisida biasanya bakalan ketahuan dan 3 km dari kebunnya bakalan di block list juga. Kesian ya kalau jadi petani baik tapi bertetangga dengan petani “nakal”. Petani kopi di Takengon biasa panen 2 kali dalam setahun. 2 kali panen raya dan beberapa kali panen kecil. Setiap kali panen raya sebenarnya bakalan seru banget. Makanya cek trus jadwalnya hehe. Biasanya di April dan Nov. Entar pas panen raya dimana-mana di halaman rumah pasti bakalan ada kopi-kopi yang dijemur, kebun-kebun penuh dengan wangi kopi karena rata-rata petani masak kopinya di kebun. Haduh pokoknya kalau ke Takengon mending pas panen raya deh 🙂
Minum kopi adalah kebiasaan masyarakat Takengon. Di Takengon sendiri jarang ada coffee shop kece karena…… menurut mereka ngapain minum kopi mahal-mahal kalau dirumah sendiri mereka bisa masak kopi enak. Belon lagi memang hampir setiap rumah pasti punya kebun kopi. Rata-rata warung kopi di Takengon menyediakan kopi Gayo dengan harga Rp 5000 pergelas. Masyarakat masih minum kopi di warung-warung kopi setiap harinya untuk ngobrol, ketemu temen dan sarapan pagi sederhana.
Yang paling saya kagumi di coffee tour yang saya lakukan kemaren adalah ibu Rahma. Ibu Rahma ini ibu-ibu yang sekolahnya tamatan SMA tapi beliau memiliki 1.800 petani yang tergabung dalam koperasi yang di kelolanya. Koperasi-koperasi ini kalau saya tidak salah mendapatkan banyak sekali bantuan dari para buyer diluar. Mereka akan memberikan dana untuk pendidikan, pembangunan mushola, pembangunan sarana umum dan masih banyak lagi.
Ibu Rahma cerita ke kita kalau ibu-ibu bekerja di kebun kopi sistemnya gotong royong. Jadi kalau panen biasanya mereka berkumpul ngerjain kebunnya si A, besok kebun si B, begitu trus sampai kebun kelompok mereka selesai. Begitu juga ketika bekerja memilih kopi. Nanti kalau yang satu cerita sedih, satu kelompok nangis semua. Lucu ya. Sementara para bapak cenderung bekerja sendirian makanya kerjanya sedikit lama hehe.
Bagaimana dengan harga kopi? selain tergantung dengan harga dollar yang mana sekarang petani udah pinter-pinter banget buat ngecheck pergerakan dollar, harga kopi juga dipengaruhi dari kualitas kopi yang dihasilkan terutama kopi-kopi organic kelas super. Wuih… banyak banget yang harus dicek. Yang jelek-jelek dan biasanya gagal kirim akhirnya banyak masuk ke warung-warung kopi atau coffee shop ataupun di pasar. Makanya kalau ada yang komen sakit perut abis minum kopi, coba deh di cek kualitas kopinya.
Seorang petani yang kami temuin ketika menunggu bis ke Medan sempet bercerita dalam 1 hektar kebun kopi setiap kali panen menghasilkan sekitar Rp 50-70 juta. Setiap tahunnya panen 2 kali. Sementara harga 1 hektar kebun kopi yang sudah jadi selain tergantung lokasi, biasanya seharga Rp 100 juta. So…. 1 tahun aja udah balik modal dong hehe. Jadi pengen beli kebun kopi pake…… duit monopoli.
Saya dan Matt memang selalu tertarik dengan kopi. Makanya liat yang begini-beginian kita seneng banget terutama ngeliat banyak sekali petani yang hidupnya beneran berubah semenjak kopi naik daun.
Kamu suka kopi juga?


Coffee Bean yang siap di kirim



Ibu-ibu atau remaja biasanya bekerja berkelompok. Mereka ramah banget dan suka sekali bercerita. Bisa seharian deh 🙂

Matt dan ibu Rahma melihat biji kopi yang sudah selesai dipilih


Kebun kopi di belakang rumah

Ini pondok petani, biasanya di musim panen mereka akan tinggal di kebun dan masak kopi dengan ceret ini. Wanginya bisa memenuhi kebun kopi yang sejuk

Saya lupa nama bapak ini tapi dia cukup ramah dan bersedia akting seperti memetik kopi. Aslinya beliau baru kembali dari kebunnya

Wangi kopi tuh spt apa sih nyah? Aku jd penasaran 🙂
Serti apa yaa….. Seperti kopi hihi. Cb kalo ke SB nah kayak gitu deh
yowes ntar aku mampir SB sampe pintunya doang. napas beberapa detik trs cabcuz, qiqiqi. tp aku yakin di Takengon pasti jauh lbh wangi krn ini satu area isinya kopi semua 🙂
Kalau pas musim panen iya mem tp kalau gak yah biasa aja kecuali ke kebun kopi yg kebetulan ada masak kopi atau ke pabrik hehe
Jd teringat agrowisata kopi di Bali kemarin kak.
Sayang aq ga suka kopi krn lambungnya suka ga enak tiap kali minum kopi.
Smp skrg pun masih belum bs meracik minuman kopi.
Biasanya yg ngerti kopi enak sm enak bgt mah si akang.
Kata org2 yg ngerti kopi, harusnya kopi gak bikin sakit perut. Katanya sih haha. Cuman harus minum kopi yg kualitasnya bagus, kalo gak bagus emang bikin sakit
kalau boleh nambahin Non, sebenernya kualitas bagus itu juga tergantung dari kesegaran kopi. Kopi kan protein tinggi juga, jadi meskipun sudah diroasting, tetap ada kemungkinan bakteri & jamur yang tumbuh, cuma karena kopi item sering gak keliatan. Makanya, selain tanggal roasting, menyimpan kopi pun penting supaya kopi gak jamuran dan bikin asam lambung naik.
Ohh iya juga ya Ruth. Makasih infonya. Ada satu cafe disini yg jual kopi simpanan mertua hehe. Cuman kita belon pernah nyoba sih
Ga suka kopi, kak. Tapi senang banget dengan cerita kak noni tentang petani kopi ini.
Semoga sektor pertanian kita bisa bisa punya sistem koperasi seperti ibu Rahma dkk ya, kak… Kasihan kalau kena sama tengkulak jahat melulu.. Dan semoga bisa segera berswasembada lagi, terutama bahan pangan pokok.
Hidup petani Indonesia!!! 🙂
Hidup petani!
Iya kalau petani2 hidupnya bisa sukses dan bisa punya penghasilan tinggi pasti keren bgt yA
Saya ingat, di belakang sekolahan SD saya ada kebon kopi yang dipagar sekelilingnya. Saya pernah makan buah kopi metik dari pohon dengan tman-teman. Lupa rasanya gimana :). Tapi itu dulu saya masih piyik, skarang kebun dibelakang sekolah itu sudah jadi beberapa kavling rumah.
Yah sedih ya tp mau gimana lagi manusia tambah banyak aja hehe
Saya suka banget kopi Mbak. No days without it. Hahahahaha. Sedih mbak. Kualitas terendah yang di Indonesia. Yang terbaik dikirim ke luar dan masuk lagi ke sini dengan brand yang bikin mahal. Sayang banget itu. Hiksss. Sama spt teh. Kmrn diinfo teman blogger juga spt itu. Yang kualitas terbaik dikirim ke Eropa. Di sini? Yang batang teh which is the real bad one.
Pengen ke kebun kopi. Sampai skrg blm pernah ke kebun kopi.
Iya bener Ryan, yg kita minum dan beredar di pasaran katanya yah sisa2 gitu. Yg bagus keluar semua. Kamu biasa minum kopi apa Ryan?
Cofeemix shachet hahaha. Dikasih kopi dari medan blm dicoba sampai sekarang mbak. Hehe. Pernah sih sekali bikin kahlua coffee sendiri. Enyakk. Hehe.
Gmn caranya biar yang bagus di sini. Tanpa hrs keluar negeri dulu ya
Gak cuma kopi jelek yang beredar di Indonesia, teh juga sama. Kebun teh yang di luar Malang jaman aku kuliah ya (which is lebih dari sedekade lalu), pucuk tertinggi, kedua hingga ke tiga buat export semua. Begitu masuk batang2 dan daun jelek baru masuk pasar lokal. Kalau mau yang kualitas bagus cuma bisa beli di kebunnya, itupun kalau ada.
Makanya kalau mau teh atau kopi kualitas bagus, mereka mesti bidding lewat pasar internasional, gak bisa lagi lewat pasar lokal. Menyedihkan memang, tapi ini hukum ekonomi, di Eropa bayar 3 Euro buat kopi biasa aja, di Indonesia hanya sebagian kecil yang mau.
Eh Non, ada kopi luwak juga gak di situ?
Iya mbak Ai. Dpt dr teman juga infonya gitu soal teh. Hiksss.
Bisa langsung beli di petani Ryan kayak yang si Matt selalu lakukan haha. Jadi dia beli gitu nanti dikirim dari Aceh langsung dari petaninya.
Ada Ai kopi Luwak 🙂 kapan siapa yang mau ke Indonesia kasih tau ya, entar aku kirimin yang dari kantor si Matt. Cuman kalau Luwak dari Aceh katanya gak terlalu banyak sih karena permintaan dari luar juga gak terlalu banyak ke mereka.
Iya ya sedih banget kita ini. Apa2 koq sisa sih ya. Baju sisa eksport, teh sisa, kopi sisa. Duh.. kita kaya tapi gak bisa menikmatin
Gak suka minum kopi, tapi suka banget sama wanginya. Apalagi kalo lagi dingin-dingin trs minum teh anget tapi nyium wangi kopi huahaha. Bikin melankolis trus jadi ada aja ide buat nulis fiksi 😀
Huaaaa kalau kopi bikin produktif keren bgt itu hehe
sukaaa banget mba. sampe nagih. sakit kepala aja bisa sembuh berkat minum kopi. mau dong mba kopinya 🙂
Wuidihhh, boleh aja masalahnya kirim ke Hk muahal banget Ri
Nungguin temen balik dulu deh mba, hehee
Ok deh, kasih tau aja nanti diorderin deh
Makasi mba non.
Sama2
apa mending resign terus berkebun kopi aja yak? XD eh, mau ikutan coffee tour takengon juga doong 😀 gimana caranya?
Hahhaha boleh aja Mi, mba aja ampe kepikiran beli kebun tp gak punya duit hahhaa. Bisa hubungi mba kalau mau nanti mba tanyain si Matt 😊
Saya pernah minum kopi aceh, ga sakit perut biasanya minum kopi sachet mesti banget sakit perut. Tapi pas minum kopi aceh itu sakit kepala jadinya, saking kuatnya jadi ga bisa tidur seharian 😀
Haha emang karena strong bgt bs bikin dah dig dug dan pusing
iya kak non, haha…badan udah cape tapi ga bisa tidur, disana ada kopi luwak kah kak? kalau menurut bang matt gimana kak ttg kopi luwak *mendadakpenasaran
Biasa aja dia sama kopi Luwak, gak terlalu penasaran juga. Pas kita bawa ke US mereka juga biasa2 aja malah lebih suka yg kopi biasa. Jadi gak tau deh enaknya dimana haha
gua gak terlalu suka kopi.. lebih suka air putih 🙂
Hahaha kalau itu kita tour ke sungai aja ya Man 😊
waduh tapi gak mau air sungai hahaha
Hauhahaa aku jd inget, pas Matt tinggal di hutan kan dia suka minum air sungai sampai suatu hari kena bakteri apalah gitu. Sakitnya 6 bulan
haduh iya lah.. serem banget.. apalagi kalo air sungai di indo ya… mendingan jangan dah. hahaha.
Iyaa….padahal yg ini diatas gunung sungainya ternyata masih gak bersih juga
penasaran rasa kopi takengon seperti apa, kayaknya enak bgt. samp bisa narik buyer dari luar negri. sukses terus mba 😀
rasanya gimana ya, lumayan strong sih hehe
Syukurlah kalau usaha perkebunan kopi di sana bisa menyejahterakan masyarakat dan mengubah hidup mereka, apalagi dengan sistem yang baik bagi semua orang: koperasi :hehe. Saya tak minum kopi kendati sesekali mencoba, dulu sempat coba di Banda Aceh dan rasa kopinya sepertinya terlalu kuat, tapi memang ciri khas banget sih rasanya ya Mbak, beda dengan kopi-kopi lain :haha. Meskipun saya agak miris dengan kopi dalam negeri yang ternyata kopi kualitas paling rendah sih, tapi selama menyejahterakan masyarakat sana, yah untuk sekarang tak apa kali ya. Mungkin besok kalau masyarakat kita sudah lebih makmur, bisa membeli kopi kualitas premium :hehe.
Ah, bertualang ke kebun kopi pasti jadi sesuatu yang seru!
Sebenarnya kalau petani2 kita bisa maju kayaknya Indonesia bisa menjadi negara yang kaya raya ya.
Ada beberapa kopi2 yang kita pikir kualitas bagus karena harganya cukup mahal setelah masuk coffee shop ternyata bukanlah kualitas yang paling baik.
Bener Gara, semoga kita semua bisa lebih makmur ya jadi bisa mengkonsumsi yang paling baik 🙂
Sy kmrn dpt kopi juga dari kk sy dr sumatra..jambi tapi.enk bgt..seger tiap pagi ketagihan..
Hahaha…. wah udah candu ya
Iyah. Tp mash bs ngatur hehee
Wuah, itu emak-emak rasa simpatinya kuat emang yah, seandainya emak-emak di kampung saya bisa begini, ada manfaatnya, gak hanya berkumpul bercerita random. Sama mba, gegara suka dapet kiriman kopi dari keluarga di Toraja,pengen punya kebun kopi juga. 🙂
Setujuh banget, kalo di rumah ada kopi enak, ngaoain bayar mahal, kecuali alasan sosial. 😀
Seru juga turnya. 🙂
AYoo Yuna, kamu dari Toraja ternyata ya hehe. Enak juga tuh kopinya. mba masih inget pas main ke Toraja, pagi2 wangi kopi dari pasar kemana2. Ahhh….. jadi pengen kesana lagi
Aku berdua suami juga suka kopi.. Makanya suka banget ke coffee shop hihi
Kesini dong Ye 🙂
Jadi teringat dpn rmh ku tinggal ditakengon (bu erna, suaminya jawa medok namanya satiman ) punya kebon kopi , pantesan aja duitnya buanyakkk, terrnyata cepet balik modal nya ya non..hehehe..ayooo non jadi petani kopi aja, tar aku jadi assiten kamu aja..hahahaha.
Hahahah minta diajakin kesana Pah 🙂 lupayan tuh bisa ke kebunnya
Ahhh seneng banget baca ceritanya.. terutama bagian para petaninya udh pinter bgt ngecek pergerakan dolar. Seneng kl tau para petani hasil kebunnya dibayar dg harga yg layak dan bs sejahtera ga di bodoh2in tengkulak hehe.
Hidup petani !
Anyway, aku udh berenti minum kopi sejak operasi usus buntu.. jd skrg dah gbs minum, lgs ga enak perutnya 🙂
iya akhirnya ada juga petani2 yang hidupnya udah semakin layak ya 🙂 seneng kalau akhirnya pekerjaan ini bisa menghasilkan banyak sekali duit.
AKu juga berhenti minum kopi sejak punya kista, sesekali aja sih hehe
Aku cukup suka kopi tapi ogah kalau banyak2 Non. Kopi biasa aja kalo diminum setelah lewat tengah hari, efeknya bisa kerasa malam harinya lho jadi gak bisa tidur, haha 😆 .
Btw pemandangan disananya keren ya 😀 .
hihi, lucunya ya Zi, di Medan atau di Aceh sampai malam mereka minum kopi dan tetep tidur kayak biasa
Sayaaaa baru mulai menyukai kopi kak tp yg di mix ama coklat ato alpukat tp yg aroma n rasa kopinya msh wangi n tajem…lg suka minum Sanger coklat kopi yang di pake dari aceh katanya kak…slurrrp pas diminum…bahagiaaaaaaaa bgt…enakkk
Duh… bacanya aja berasa enak nih hehe
Pemandangannya bagusss bgt yaa, jadi bayangin klo tinggal disana punya kebun kopi dan metik2in kopi gimana rasanya yaa. Kayanya damai bangett. Baguslahh kopi kita dihargai mahal, muga2 petaninya makmur2 yaa
Hihihi…….. maunya kita mandorin aja sih 🙂 kalo metik2 capek juga
Amn semoga petani2 kita makin makmur ya
aku suka kopi..tp kopi banci..kalo di indo kopi sachetan…ato kalo ke kafe paling beli nya coffee mocha..ato latte haha
kalo kopi item ga terlalu suka..heuheu..
bagus yak kopi nya dihargai gtu…dan orang korea kan termasuk suka kopi…jadi kalo dikado kopi beginian mereka suka meski banyak yg abis itu ngeluh deg2an abis minum gara kafeinnya kenceng 😛
dan klo kebanyakan minum kopi atau kopi nya mantap, aku kok jadinya diare haha..
hehehe pahit ya Nit
lah biasanya mereka minum kopi apa dong Nit?
Nit, katanya nih ya, aku juga gak tau tapi kalau kopi kita kualitasnya gak bagus biasanya bakalan bikin sakit perut dan diare
kalau baca cerita seperti ini petani kita naik kelas yach mbak. apa yang mereka hasilnya benar2 berkualitas dan masuk kelas ekspor itu bagus bangat. senang dengarnya.
Iya naik kelas dan mudah2an nular ke semua jenis pertanian ya. Kesian jg kalau petani2 kita miskin
suka bgt kopi non, tapi sanggup belinya ya kopi kualitas rendah yang klo abis diminum pasti langsung terbirit2 pingin pupup alias kopi satchet-an hahahah hmm.. kalo aku yang ke perkebunan itu si ibu rahma itu bakal mau ajak keliling liat kebun ga ya?
hihihihi….kalau lagi sembelit bagus ya Fey :0
Kayaknya diajakin juga dong
Wuiiihh aku baru tau loh cerita kopi kaya gini. Ohh jadi, yg ‘modalin’ mereka para buyer Dr luar ya?hmm bukan pemerintah?
Bener2 kaya dong ya sekali panen?!
Suamiku yg suka kopi, tapi doi suka merek fireboat aja. Yang kopi2 daerah ga begitu suka. Pernah dibawain kopi aceh, tapi ternyata ga cucok rasanya kalo diseduh biasa aja, harus direbus bareng atau gmn gitu.
Aku kalo minum kopi instant nesc*fe langsung bergejolak, buang2 air deh. Udah ga cucok minum kopi lagi 😑
Modalin koperasi2 gitu karena mereka kan beli kopi dari mereka, jadi kayak ada duit apalah gitu yang harus digunakan untuk kepengtingan umum. Bagus juga ya.
HIhihi… kalo udah balik modal yah bisa kaya raya sih, bayangin aja 100 juta minimum 1 hektar, lumayan banget kan 🙂 cuman mereka biasanya rawat sendiri sih kebunnya.
kopi yang instant2 itu kayaknya kurang bagus deh.
Mbak bagaimama y kita bisa k kebun nya. Da referensi tour atau gmn gt????
Kita jalan sendiri aja kemaren. Kalau tour gitu kurang tau juha
Takengon cakep ya kakk, belom kesampean kesana
kalau dateng sendiri gitu, bisa ga sih ikutan tur-tur kopi gini mba?
[…] Coffee Tour Takengon […]
[…] https://nonikhairani.com/2015/09/28/coffee-tour-takengon/ […]