Pada masa kolonial Belanda daerah Sumatera Utara tepatnya daerah Deli yang biasa disebut Tanah Deli (persisnya kalau sekarang mungkin didaerah Deli Serdang) merupakan perkebunan tembakau yang terkenal hingga ke Eropa. Berton-ton tembakau diperdagangkan di Bremen sebuah kota di Jerman. Begitu besarnya perdagangan tembakau pada saat itu sehingga menjadikan tembakau Deli yang memang memiliki rasa spesial menjadi primadona.
Saat ini pamor tembakau Deli berkurang jauh sekali. Hampir setiap tahunannya PTPN mengurangi ekspor tembakau ke Eropa karena ada banyak sekali larangan untuk merokok di Eropa sehingga mengurangi konsumsi tembakau. Inilah mungkin yang menjadi sebab mengapa tembakau sekarang bukan lagi tanaman favorite. Semoga tanah perkebunan disini gak akan pernah digantikan dengan sawit. Sumpah saya benci banget tanaman itu.
Saya copy langsung cerita mengenai perkebunan tembakau Deli dari wikipedia :
Medan tidak mengalami perkembangan pesat hingga tahun 1860-an, ketika penguasa-penguasa Belanda mulai membebaskan tanah untuk perkebunan tembakau. Jacob Nienhuys, Van der Falk, dan Elliot, pedagang tembakau asal Belanda memelopori pembukaan kebun tembakau di Tanah Deli. Nienhuys yang sebelumnya berbisnis tembakau di Jawa, pindah ke Deli diajak seorang Arab Surabaya bernama Said Abdullah Bilsagih, Saudara Ipar Sultan Deli, Mahmud Perkasa Alam Deli. Nienhuys pertama kali berkebun tembakau di tanah milik Sultan Deli seluas 4.000 Bahu di Tanjung Spassi, dekat Labuhan. Maret 1864, Nienhuys mengirim contoh tembakau hasil kebunnya ke Rotterdam, Belanda untuk diuji kualitasnya. Ternyata, daun tembakau itu dianggap berkualitas tinggi untuk bahan cerutu. Melambunglah nama Deli di Eropa sebagai penghasil bungkus cerutu terbaik.
Seperti yang dituliskan oleh Tengku Luckman Sinar dalam bukunya, dijelaskan bahwa “kuli-kuli perkebunan itu umumnya orang-orang Tionghoa yang didatangkan dari Jawa, Tiongkok, Singapura, atau Malaysia, dimana disebutkan dalam catatan berbahasa Belanda bahwa “Belanda menganggap orang-orang Karo dan Melayu malas serta melawan sehingga tidak dapat dijadikan kuli”
Pesatnya perkembangan Kampung “Medan Putri”, juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Jacob Nienhuys, Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau deli. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.
Perjanjian tembakau ditandatangani Belanda dengan Sultan Deli pada tahun 1865. Selang dua tahun, Nienhuys bersama Jannsen, P.W. Clemen, dan Cremer mendirikan perusahaan De Deli Maatschappij yang disingkat Deli Mij di Labuhan. Pada tahun 1869, Nienhuys memindahkan kantor pusat Deli Mij dari Labuhan ke Kampung Medan. Kantor baru itu dibangun di pinggir sungai Deli, tepatnya di kantor PTPN II (eks PTPN IX) sekarang. Dengan perpindahan kantor tersebut, Medan dengan cepat menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan, sekaligus menjadi daerah yang paling mendominasi perkembangan di Indonesia bagian barat. Pesatnya perkembangan perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan yang mahsyur dengan julukan het dollar land alias tanah uang. Mereka kemudian membuka perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal pada tahun 1869, serta sungai Beras dan Klumpang pada tahun 1875.
Kemudian pada tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli Maatschappij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung,Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung “Medan Putri”. Dengan demikian “Kampung Medan Putri” menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai “Kota Medan”.
Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.
Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mackay. Berdasarkan “Acte van Schenking” (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.
Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri dari Eropa 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang dan Timur Asing lainnya 139 orang.
Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas dibangun. Beberapa di antaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di Kampung Baru (1919), sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan Brandan – Besitang (1919), Konsulat Amerika (1919), Sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M. Yamin sekarang (1923), Mingguan Soematra (1924), Perkumpulan Renang Medan (1924), Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga Kebun Bunga (1929).
Secara historis perkembangan Kota Medan, sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. sedang dijadikannya medan sebagai ibukota deli juga telah menjadikannya Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintah. sampai saat ini di samping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara.
Sabtu lalu saya menunjukkan sebuah foto bangsal tembakau ke ibu saya dan ternyata ibu saya antusias sekali untuk ketempat ini lagi. Sewaktu kecil ibu saya tinggal di perkebunan jadi menurutnya dia tau persis tempat ini. Oklah karena jaraknya tidak terlalu jauh saya putuskan untuk pergi ketempat ini dengan ibu, adik ipar dan keponakan saya.
Menurut ibu saya perkebunan yang sekarang ini lumayan jauh berbeda (pastilah hehe) trus ternyata tidak ada tanaman tembakau disana. Tembakau akan ditanam kembali di daerah ini di tahun 2017. Tembakau di tanam setiap 2 tahun sekali bergantian dengan tebu. Jadi selama kita disana kemaren hanya sempet melihat kebun tebu (baca cerita tentang kebun tebu dan kasus dukun AS), ada juga tanaman herbal seperti kunyit, jagung dan kebun-kebun kecil. Sementara di pinggir jalan berdiri bangsal-bangsal tempat penyimpanan/pengeringan tembakau yang terbengkalai. Jika tidak sedang panen tembakau tempat tersebut dibiarkan kosong dan menjadikannya hancur perlahan-lahan.
Pemandangan lain yang cukup menyenangkan disini adalah ternak-ternak penduduk seperti biri-biri, kambing, sapi dan unggas. Mereka berkeliaran di tanah-tanah kosong milik perkebunan bahkan masuk ke dalam kebun tebu dan memakan tebu. Ibu saya bersorak kesenangan karena sebagian pengalaman masa kecilnya bisa dilihat kembali di tempat ini. O,ya ada beberapa ekor burung-burung liar juga disini. Lumayan buat yang suka birdwatching.
Tempat ini sekitar 1 jam dari Medan terletak di daerah Kelambir V. Bisa masuk dari Diski atau dari jalan Kelambir V masuk dari Ring Road. Persisnya tempat ini dekat dengan daerah Sei Mencirin.
aku masih inget banget deh gimana hebohnya kasus dukun AS yg mengubur korbannya di kebun tebu itu..
btw..itu kunyit mba non, kalo jahe daunnya lebih kecil.. 😀
udah tebal juga ya mba asap di medan 😦
Ah kamu inget juga ya. Mba malah lupa sampai ibu cerita pas kami di tengah2 kebun tebu yang mana sepinya minta ampun plus agak2 spooky akibat asap
hehehe..abisnya kan heboh banget kasusnya dulu itu mba..
Iya sih ya, mba lupa banget dan emang jadinya horor didaearh ini hahhaa. KEponakan aku yang biasanya suka binatang juga minta pulang trus. Padahal kita cuman sekitar 2 jam’an disini
Cuma satu jam dari Medan sudah ada tempat seindah ini ya Mbak Non. Luar biasa. Ibunya Mbak Noni kelihatan bahagia banget. hihihi…
Ini mba juga baru tau Dan, lumayan banget sebenarnya ya untuk foto2 dan cuci mata. Ibu emang suka banget jadi suka nanya2 kapan kesana lagi. CUman spooky aja sih karena sepi itu
Saya gak tahu mbak itu pohon apa.
Dan baru tahu soal kupu-kupu kuning itu loh. 😀
gerobak mainannnnnn yang saya nantikan kalau pas kecil. Sekarang gak ada hiks
udah gak ada lagi ya disana?
Kupu2 itu banyak banget Ryan, sampe ibuku komen “oh hari ini lebaran kupu kali ya” ngacoooo haha
Hahaha lebaran kupu… seru ya mbak jalan sama ibu. Kalau sama mama jalan ke Kota Tua juga saya lebih banyak dengerin cerita dia dan bayangin masa kecil dia pas main di sana. Penjara bawah tanah dan lainnya.
Di rumah sekarang sih gak pernah lihat mbak. Bahkan abang kreditan juga jarang lihat.
Abang kreditan mba juga gak pernah liat, kayaknya gak masuk komplek ya terutama komplek2 yang ada satpamnya.
Iya kalau jalan ama ortu tuh begitu ya, banyak ceritanya hehe
Iya. Banyak banget. Dan serunya ngebayangin jaman mereka mbak. hihihi.
sepertinya memang dilarang petugas ya
kayaknya sih gitu kalau pedagang masuk kompleks kan harus ada ijin2nya
Iya mbak. Kemarin itu juga sempet kejadian. Tukang sayur (yg sudah sejak berdirinya perumahan jualan di sana) gak boleh masuk gara-gara ada sebagian orang yang mendirikan “pasar” di dalam komplek. Kalau lengkap dan nyaman sih gak apa ya. Pas dicek gak lengkap juga. Banyak yang gak adanya.
kasian ya sebenarnya pedagang2 keliling kayak gitu sekarang ini
Kalau gak tau daerah sana sedang berasap, pasti banyak komen “waaah bagus berkabut, pasti dingin” dan sayangnya foto bagus2 yang kaya kabut itu ternyata malah asap 😦 sad 😦
Iya, kalau bukan asap pasti lebih keren ya. Sayangnya begitu keluar langsung deh berasa sesak nafas dan panas yang gak enak sama sekali. mesti buka tutup masker di tempat ini
fotonya keceh2 mbaaa…
masih bisa bernafas mba di sana? mengingat lagi ‘musim’ asap 😦
masih bisa nafas tapi gak boleh lupa pake masker hehe/
Makasih Eda
mbak, itu kabut apa asap ?
Asap Ning 🙂
Di Medan lumayan pekat
keren yach hanya sayang ada asap hikksss.. beneran mbak jangan sampai dijadiin kebon sawit asli sebel bangat dech karena kebon sawit hutan dan tanah di sumatera dll jadi rusak.
Iya, udah semestinya lah ya kita kurangin make si kelapa sawit ini. Buat masak pun gak sehat sebenarnya
Baru tau mbak kalau dimedan pernah ditanam tembakau, saya kira cuma dijawa aja mbak…:D
Ada dan dulunya terkenal banget
keren foto fotonya non..tempatnya sepiii banget kan non, aku suka takut klw lewat situ, padahal siang bolong pun agk serem, padahal jalan menuju ke sana udh lumayan bagus. justru ke bangsal2 tembakau itu aku belum pernah kesana, hahahaha..
Jalannya jelek 😦 itu 1 jam karena jalannya mesti pelan2 gitu.
Trus emang agak serem sih, kata ayah ada beberapa kali kasus begal haha
Foto2nya mbak Noni selalu “bicara”. Sukaaaak banget
Makasih ya 🙂
Hai Ibunya Mbak Noni…. *salam dari jauh* hehehe.
Foto-fotonya humanis banget Mbak, namun kasihan juga. Lihat fotonya saya serasa ikut sesak gara-gara asap… Get well soon Sumatra, Kalimantan, dan yang lain..
Salam juga RIfqy….
Semoga asap ini segera selesai ya urusannya. Ribet banget udah berbulan2 susah nafas. Kasian banget anak2 dan orang2 tua.
Amin Mbak. Ini kabarnya angin sudah bergerak ke timur, semoga pertanda mau hujan..
Ada sapi pemakan tebu…jgn2 tebunya malah sapi terus yang manen…hehehehe.
Kyknya jalan2 kesitu pd saat asap kok malah keliatan syahdu yaa 😀
Jadinya sapi pun kayak hama kalau gini ya karena ngerusak kebun
Waduh, asap juga sekarang sudah sampai Jakarta. Lama-lama Indonesia darurat asap ya Mbak :huhu.
Yep, saya mengasosiasikan Medan sebagai kota perkebunan, karena semua keajaiban dan napas perkebunan Deli yang tersohor itu ada di Medan. Aaak dan arwahnya ada di perkebunan-perkebunan di dalam foto ini… melihat dan membaca kejayaan perkebunan Deli, betapa suburnya tanah di Medan sana. Oh, semoga kejayaan itu berbekas sampai kini dan membawa sejahtera bagi semua rakyat di sana :amin.
Kayaknya sekarang perkebunan2 yang dulu tersohor di zaman Belanda mulai digantikan dengan tanaman lain Gara. Mungkin karena kurang jadi favorite lagi ya.
Cerita tentang perkebunan2 di Sumut sebenarnya cukup menyenangkan dan menyedihkan sekaligus. Jadi penasaran banget sekarang.
Iya Mbak, kalau kiita berkaca pada kejayaan yang dulu itu dan dibandingkan dengan apa yang kejadian sekarang… duh, iya jadi campur aduk Mbak :hehe.
Iya sedih banget dan sayang sekali bangunan2 tua milik Belanda juga perlahan tapi pasti dihancurkan satu demi satu. Sedih banget padahal kalau pinter bisa dijadikan wisata sejarah + heritage. Gedung2nya pun bisa digunakan untuk museum, perkantoran, rumah sakit, sekolah, gereja dan masih banyak lagi. Daripada bangun yang baru.
Yah, pengelolaan bangunan bersejarah di negeri ini memang jadi prioritas nomor sekian agaknya. Pemerintah mungkin tidak merasa itu sebagai sesuatu yang penting…
Iya manusia aja gak terlalu penting apalagi bangunan ya hehe
Contohnya sudah banyak Mbak… :)).
Sedih sih sebenarnya. Negara ini banyak potensi tp disia2kan
Coba gak ada asep, bisa cakep kayak di New Zealand nih.
itu biri2 pulang sendiri… ada yg tau jalan pulang kayaknya
Ada pengembalanya koq
Itu asap? Kirain kabut di pagi hari #merindukanHujan
Asap huhu. Gila ini asap ya
Dilema jg ta bisnis tembakau itu. Di 1 sisi kita pengen pendapatan bagus dr tembakau tp di sisi lain kl liat hasil akhirnya bakal jd rokok kok miris juga yaaa..
Iya dan bikin orang ngerokok gak bagus jg ua
Dulu ada mantan bosku gak suka kl ada anakbuah yg suka komen sebaiknya perusahaan/industri rokok ditutup aja daripada bikin kanker dan ngerusak anak muda. Ternyata beliau itu sukses dan berhasil berkat usaha bapaknya yg kerja jd buruh di pabrik tembakau di desanya. Jadi skarang kita gak pernah ngebahas soal rokok dan teman2nya lg di depan beliau..
Ini sih dilema ya. Susah ah bahas ini haha, gak ada abis2nya ya kan. Cuman tembakau deli emang berkurang sih jumlah yg di eksport karena permintaan tembakau dr Eropa berkurang bgt
Bangsal tembakaunya bagus ya Mba, tapi ajdi spooky karena asap. Tebel juga ternyata sampai ke Medan 😦
Tebel bgt weekend kemaren. Spooky karena sepi, ada cerita pembunuhan dan asap hehe
Luar biasa ya, apa sih tanaman yg ditanam di Indonesia ga tumbuh? Semua2 tumbuh subur, pantes kita dulu dijajah ya.
Saya g skr banyak yg gak mau jd petani ya hehe
Padahal aku dah antusias banget lihat foto pemandangannya, kirain itu kabut…ngebayangin gimana sejuknya kalo lagi jalan2 disana, eh, ternyata asap :((
btw, itu bangsalnya difungsikan sebagai apa mba non?
kalau lagi gak musim tembakau dibiarin aja gt, makanya banyak yang rusak
Mba itu yg banyak domba nya nama daerah nya apa,sy mau nanya-nanya domba mau beli utk pelihara,sy juga deli serdang. Thaanks.
Terimkasih mbak… Mengingatkan masa kecil saya , saya tumbuh dan besar di daerah tersebut.